Diskusi Publik Aliansi Unhas Bersatu : Pendidikan Riwayatmu Kini. Senin, 25/4/2016 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin |
Sejarah pendidikan di Indonesia berawal dari kebijakan politik balas budi Belanda di zaman kolonial dulu. Argumen tersebut menjadi pembuka dalam diskusi publik aliansi Unhas Bersatu yang berjudul Pendidikan Riwayatmu Kini, Senin 25 April 2016 di taman hipokratis Fakultas Kedokteran (FK) Unhas. Diskusi ini merupakan salah satu bentuk pengawalan Undang-undang Perguruan Tinggi (UU PT) di kampus Unhas pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Alam Saputra dari BEM FMIPA menjadi pembicara pertama dengan membahas pendidikan Indonesia dulu dan sekarang. Selanjutnya pembahasan UU PT dari perspektif yuridis oleh Sainuddin dari BEM Hukum.
Menurut Alam, pada dasarnya pendidikan adalah untuk
bangsa. Akan tetapi, dengan diberlakukannya UU PT, substansi pendidikan untuk
bangsa, bergeser menjadi pendidikan untuk korporasi. UU PT mengusung semangat
komersialisasi pendidikan. Terbukti dari sejarah, kebijakan ini lahir adalah dari
agenda liberalisasi 12 sektor jasa (termasuk pendidikan) di GATTS. Dengan
diliberalisasikannya pendidikan, berakibat pada melemahnya peran-peran negara
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai amanat UUD 1945. Pada zaman
kolonial dahulu, pendidikan menjadi faktor utama perlawanan-perlawanan
ideologis dengan melahirkan intelektual-intelektual yang kritis melawan
imperialisme Belanda. Akan tetapi, pendidikan saat ini malah membungkam
kekritisan para intelektual. Mahasiswa yang kritis dipandang oleh birokrasi
kampus sebagai ancaman yang merusak kondisi negara.
Dalam perspektif yuridis, Sainuddin membahas UU PT
dalam dua garis besar: uji materiil dan uji formil. Di dalam UU PT terdapat
pernyataan tentang otonomi kampus. Kata otonomi ini mengandung makna pelemahan
peran-peran negara dalam menjamin pendidikan rakyatnya, karena dengan
diberlakukannya otonomi kampus maka membawa pendidikan ke arah komersialisasi.
Substansi UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) sama dengan UU PT. Dalam perspektif yuridis, UU yang sudah
dibatalkan oleh MK tidak boleh diberlakukan kembali. Akan tetapi, sampai hari
ini UU PT masih tetap diberlakukan. Ditubuh UU PT juga terdapat berbagai
kontradiksi-kontradiksi. Menurut Sainuddin pula, Pasal 1 sampai 50 UU PT pro
dengan masyarakat sedangkan pada pasal 50 ke atas, UU PT kontra dengan
masyarakat. UU PT juga, tidak mengacu pada UU di atasnya. Yaitu, UUD 1945 pada
alinea ke-empat; mencerdaskan kehidupan bangsa. Rakyat yang miskin dan kurang
pintar tidak dijamin pendidikannya dalam UU PT. Padahal, seharusnya negara
menjamin pendidikan seluruh rakyatnya. Selain itu, UU PT seharusnya tidak perlu
dibuat karena peraturan yang mengatur perguruan tinggi sudah ada sebelumnya
yaitu UU Sisdiknas. Oleh karena UU PT sangat merugikan rakyat Indonesia, maka
mari berangkul bersama melawan kejahatan komersialisasi di dunia pendidikan
berkedok Undang-undang Perguruan Tinggi (UU PT)! []/(ONI)