KOLONG

[FEB][bleft]

KAMPUS UNHAS & SEKITARNYA

[FEB][twocolumns]

Opini: Ormawa Milik Siapa?

 


Oleh: A Fadhil Aprilyandi Sultan


Bertanah air satu. Tanah air tanpa penindasan.

Berbangsa satu. Bangsa yang gandrung akan keadilan.

Berbahasa satu. Bahasa tanpa kebohongan.


Saya ingat betul bagaimana ekspresi teman-teman seangkatan saya ketika pertama kali mengikrarkan sumpah ini. Setelah cukup lama menyusuri koridor ingatan, saya tiba kembali pada momen itu, momen di mana ikrar ini kami akadkan di hadapan para pejabat—pejabat fakultas dan pejabat organisasi mahasiswa—FEB Unhas. Dengan tangan kiri yang terkepal dan setengah terangkat ke udara, mata saya menelaah satu-persatu kerumunan yang ada di sekitar saya. Ada yang terharu, bangga, namun lebih banyak yang biasa saja. Entah mengapa, sepertinya sumpah telah kehilangan marwahnya.


Pagi hari yang menjelang siang itu kami didudukkan di bawah rindang pohon FEB Unhas, di muka teater mini berlatar jenama yang terpancang tegas “Student Center FEB Unhas”. Di tempat itulah kami hadir sebagai kerumunan. Menyimak secara saksama senarai agenda yang telah dijadwalkan oleh penyelenggara.


Pada hari itu, Ketua Senat Mahasiswa FEB-UH memegang komando untuk mengikrarkan Sumpah Mahasiswa yang masyhur itu. Beberapa mahasiswa tampak khidmat mengikrarkan sumpah. Selebihnya lagi bersumpah hanya karena tergerus kehendak massa, merasa terpaksa, atau memang karena sudah tidak tahu lagi mau apa. Bagi saya, mahasiswa yang acuh tak acuh dalam bersumpah ini seperti gema di dalam gua, yang sekedar berbunyi tanpa makna, menyalin sumber suara.



Momen yang saya kenang tersebut memantik kesadaran saya: Apakah tahun ini momen serupa akan kembali terjadi? Akankah mahasiswa baru FEB-UH angkatan 2024 mengikrarkan sumpahnya? Berdasarkan pengamatan singkat dari kondisi terkini, saya merasa pesimis.


Pada paruh Agustus lalu FEB-UH baru saja menyelesaikan pengenalan lingkungan kampus kepada mahasiswa baru angkatan 2024. Sayangnya, dalam seremonial tahunan kali ini, organisasi kemahasiswaan tidak memiliki andil sama sekali, bahkan untuk sekedar memperkenalkan diri.


Pejabat fakultas memberi alasan yang variatif ketika ditanyai perihal alpanya ormawa dalam kegiatan pengenalan kampus. Klaim ilegalitas ormawa hingga kekosongan stakeholder pun dilayangkan secara sepihak. Klaim ini, apabila ditelaah, mengundang gelak kiranya. Apabila pejabat fakultas memang menyangkal keberadaan ormawa secara yuridis, berarti fakultas telah membatalkan kekuasaannya sendiri. Sebab, Surat Keputusan yang menetapkan struktur kepengurusan itu diteken oleh Dekan selaku pimpinan fakultas itu sendiri. Satu tuduhan telah terbantah.



Mengenai kekosongan kekuasaan kiranya perlu penjabaran lebih lanjut. Keluarga Mahasiswa (Kema) FEB-UH merupakan Ormawa intra kampus pada tingkat fakultas (I). Dalam jalannya roda organisasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan anggota Kema FEB-UH dan dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) sebagai lembaga tertinggi (II). Dalam melaksanakan fungsinya, Maperwa dilengkapi oleh lembaga tinggi yang berada di tingkat fakultas (Senat Mahasiswa), maupun di tingkat jurusan (Organisasi Mahasiswa Jurusan) (III).


Pada saat acara pengenalan lingkungan kampus dilaksanakan, Senat Mahasiswa masih dalam status menjabat, dengan struktur kepengurusan yang lengkap. Kongres Kema FEB-UH (fase transisi Senat) baru dibuka pada 15 September, sebulan setelah pengenalan lingkungan kampus. Lain halnya dengan Senat, Ormaju memasuki masa transisi lebih dulu. Namun demikian, masa transisi dari Ormaju ini tidak menyebabkan Kema FEB-UH secara keseluruhan memasuki fase hiatus.


Secara konstitutif, Kema FEB-UH sebagai kesatuan organis tidak mengenal kekosongan kekuasaan. Masa kepengurusan dikatakan selesai apabila sidang Musyawarah Anggota di tingkat Ormaju, dan Kongres di tingkat Sema, telah menetapkan demikian. Meski begitu, selesainya kepengurusan bukan berarti kekosongan kekuasaan. Maperwa sebagai lembaga pelaksana kekuasaan tertinggi dari Kema FEB-UH akan tetap menjabat hingga anggota Maperwa untuk periode berikutnya disahkan (IV). Dengan demikian, klaim bahwa Kema FEB-UH sedang vakum tidak dapat dikatakan valid. Tuduhan kedua juga terbantah.



Tidak hanya melayangkan tudingan, birokrat FEB-Unhas juga mencederai marwah Ormawa dengan membentuk struktur kepengurusan yang disebut "pengurus angkatan" untuk mahasiswa baru angkatan 2024. Dalam struktur ini, terbentuk posisi lengkap, mulai dari ketua, wakil ketua, sekretaris, hingga bendahara, di semua tingkat, mulai dari fakultas hingga jurusan. Mekanisme pemilihan belum jelas, namun kabarnya nama-nama tersebut dipilih secara aklamasi oleh pejabat fakultas tanpa adanya proses demokratis. Hingga artikel ini ditulis, belum ada kejelasan mengenai tujuan pembentukan struktur ini.



Melihat dua fenomena yang sedang terjadi; (1) tidak diakuinya legalitas Kema FEB-UH sebagai Ormawa dan (2) dibentuknya ormawa boneka, terlihat bahwa birokrasi FEB-UH sedang melakukan totalisasi kekuasaan. Ormawa yang selama ini berdiri independen sebagai alat kontrol kekuasaan sedang menghadapi ancaman, bukan hanya pelemahan, namun juga pembunuhan.


Fenomena ini identik dengan konsep kekuasaan Michel Foucault. Menurut Foucault, kekuasaan itu tidak tersentralisasi dan terisolasi. Ia menekan dan menusuk dari berbagai arah, secara fatal dan total. Dalam konteks FEB-UH, dapat dilihat bagaimana kekuasaan pertama berlaku secara institusional melalui berbagai aturan dan edaran yang menekan independensi ormawa. Kekuasaan kedua menusuk dari organ yang paling vital, yakni dana kemahasiswaan. Birokrat FEB-UH menjadikan anggaran kemahasiswaan sebagai alat politik untuk mendikte segala kegiatan ormawa secara sepihak tanpa proses mufakat. Apabila kegiatan yang direncanakan oleh ormawa tidak sejalan dengan keinginan fakultas, pencairan dana kemahasiswaan akan dipersulit, atau bahkan ditahan.


Tekanan berikutnya adalah dari segi bahasa dan budaya. Stigma negatif terhadap Ormawa dibangun dan ditanamkan secara banal dan binal dalam kesadaran setiap mahasiswa, utamanya mahasiswa baru. Hal ini tidak lain dilakukan oleh oknum-oknum pejabat fakultas sendiri yang notabene adalah seorang dosen, melalui pembelajaran di kelas, maupun seminar-seminar yang dibawakan. Dan tidak lupa pula saya menyebutkan politisasi sarana dan prasarana. Penggembokan sekretariat secara sepihak merupakan hal yang langgam terjadi di FEB-UH. Biasanya hal ini terjadi apabila terjadi konflik pendapat atau perbedaan pandangan antara Ormawa dengan Fakultas. Jenakanya, Ormawa yang seharusnya membatasi kekuasaan fakultas justru berbalik dibatasi kekuasaannya oleh fakultas itu sendiri melalui surat pernyataan maupun pakta integritas. Sebab, apabila Ormawa menolak meneken pernyataan atau pakta tersebut, fakultas tidak akan memberi perizinan sarana dan prasarana.



Pada akhirnya, Ormawa yang bertugas sebagai penyeimbang sisa menunggu waktu untuk tumbang.


Ketika Ormawa melemah, muncullah entitas baru ciptaan fakultas. Entitas tandingan yang serba berkelebihan: lebih taat, lebih patuh, dan lebih tunduk. Saya menyebut mereka sebagai organisasi perahan. Sebab, mereka diberi makan terus menerus, hanya untuk dikuras nilainya. Layaknya sapi perah. Mereka adalah badan-badan yang lupa jiwanya; lupa fungsi sejatinya. Fungsi sejati yang saya maksud bukan sekedar protes tentunya. Mereka tidak mampu berperan sebagai pengawas kinerja birokrasi. Juga gagal menjadi pendengar yang menampung aspirasi sesama mahasiswa dan menyuarakan kembali tuntutan tersebut. Akibatnya, ruang negosiasi dan advokasi tertutup serapat-rapat, dan selama-lamanya.


Hai, sadarlah. Organisasi kemahasiswaan adalah kita yang punya. Jaga marwahnya. Jangan disalahgubah, menjadi sekedar kumpulan orang yang sama kegemaran, senang diperhatikan ketika memuntahkan bualan, apalagi menjadi pelaku kekerasan. Jaga pula martabatnya. Jangan mau dijadikan organisasi ternakan. Ingat, tujuan sejati kita adalah dwitunggal—pembatasan kekuasaan dan pembebasan.


(I)           : Anggaran Dasar Kema FEB-UH Bab III Pasal 5

(II)          : Anggaran Dasar Kema FEB-UH Bab VI Pasal 12

(III)        : Anggaran Dasar Kema FEB-UH Bab VI Pasal 13

(IV)        : Anggaran Rumah Tangga Kema FEB-UH Bab II Pasal 11



Tidak ada komentar: