Jubir KPK: Mursalim Nohong dan Rahman Kadir Dianggap Tidak Melapor Harta Kekayaan
Medkom, 18 Oktober 2024 – Laporan harta kekayaan pejabat Universitas Hasanuddin baru-baru ini mengungkap sejumlah nama yang diduga tidak melaporkan aset mereka. Menanggapi temuan ini, media ekonomi telah menghubungi Tessa Mahardika Sugiarto, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai kewajiban pelaporan harta kekayaan tersebut.
Tessa Mahardika Sugiarto menegaskan bahwa semua pejabat kampus, sebagai penyelenggara negara, diwajibkan untuk mengirimkan laporan harta kekayaan mereka.
“Secara peraturan, para wajib lapor diperbolehkan untuk mengumumkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di website atau media pengumuman lainnya yang mereka miliki. Namun, yang pasti semua laporan akan diumumkan melalui website e-LHKPN,” jelas Tessa saat dihubungi.
Dalam laporan tersebut, beberapa nama pejabat kampus tidak terdaftar dalam e-LHKPN, termasuk Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Abdul Rahman Kadir. Tessa menjelaskan bahwa Rahman sebenarnya telah melaporkan harta kekayaannya, tetapi berkas yang diajukan masih belum lengkap.
“Berdasarkan pengecekan atas nama Abdul Rahman Kadir (Dekan FEB-UH), beliau melaporkan LHKPN pada rentang tahun 2020-2022. Namun, karena tidak melengkapi dokumen surat kuasa, laporan tersebut dikembalikan dan tidak diumumkan, sehingga dianggap tidak ada. Sementara untuk tahun 2018 dan 2019, laporan beliau diumumkan tidak lengkap, mengacu pada Peraturan KPK No 02/2020 yang menyatakan bahwa laporan tidak lengkap akan dikembalikan. Untuk laporan tahun 2023, beliau sudah melapor, namun masih ada dokumen kelengkapan yang belum diserahkan, sehingga statusnya masih perlu perbaikan,” pungkas Tessa.
Selain itu, nama Wakil Dekan Satu Kemahasiswaan juga muncul dalam daftar pejabat yang belum melaporkan harta kekayaannya. Berdasarkan konfirmasi dari juru bicara KPK, laporan harta kekayaan Mursalim Nohong, Dekan FEB-UH, terakhir kali dilaporkan pada tahun 2021.
“Berdasarkan pengecekan, Mursalim Nohong melaporkan LHKPN pada rentang tahun 2022, namun laporan tersebut dikembalikan karena tidak melengkapi dokumen surat kuasa. Akibatnya, yang bersangkutan dianggap tidak lapor. Untuk laporan tahun 2023, beliau sudah melapor, tetapi masih ada dokumen kelengkapan yang belum diserahkan, sehingga statusnya masih perlu perbaikan,” jelas juru bicara KPK.
Tessa menegaskan bahwa terdapat sanksi administratif sebagai konsekuensi bagi wajib lapor yang tidak mematuhi aturan pelaporan. Menurutnya, sanksi tersebut bervariasi tergantung pada instansi masing-masing.
“Sesuai dengan UU No 28/1999, jika tidak patuh dalam menyampaikan LHKPN, termasuk Laporan Periodik, maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai aturan yang berlaku di masing-masing instansi,” jelas Tessa.
Berikut petikan wawancara dengan Tessa Mahardika Sugiarto juru bicara KPK:
1. Apakah Wajib Lapor dapat melakukan pengumuman LHKPN selain melalui website e-LHKPN KPK?
“Secara peraturan, para Wajib Lapor boleh mengumumkan LHKPN di website/media pengumuman lain juga yg dimiliki. Namun yg pasti semua akan diumumkan melalui website e-LHKPN”
2. Bagaimana jika ternyata Wajib Lapor, hanya melaporkan LHKPN-nya diawal dan akhir masa jabatan? bukan secara periodik.
“Sesuai UU No 28/1999 jika tidak patuh menyampaikan LHKPN (Termasuk Laporan Periodik) maka dikenakan sanksi administrasi sesuai aturan yg berlaku di masing-masing instansi”
3. Berdasarkan penelusuran kami, LHKPN Abdul Rahman Kadir (Dekan FEB-UH) yang dapat diakses pada laman e-lhkpn, yaitu pengumuman pada tahun 2019. Apakah pada rentang waktu 2020-2023 beliau tidak melaporkan LHKPN atau terkendala pada kelengkapan berkas?
“Berdasarkan pengecekan, Abdul Rahman Kadir (Dekan FEB-UH) telah melaporkan LHKPN untuk rentang tahun 2020-2022. Namun, laporan tersebut dikembalikan karena tidak melengkapi dokumen surat kuasa, sehingga dianggap tidak lapor. Untuk tahun 2018 dan 2019, laporan beliau diumumkan tidak lengkap, mengacu pada Peraturan KPK No 02/2020 yang menyatakan bahwa laporan yang tidak lengkap akan dikembalikan. Untuk laporan tahun 2023, meskipun beliau telah melapor, statusnya masih perlu perbaikan karena belum ada dokumen kelengkapan yang diserahkan.”
4. Wakil Dekan I FEB-UH, Mursalim, LHKPN-nya yang dapat diakses yaitu pada tahun 2021, saat akhir jabatan beliau sebagai ketua program studi. Sedangkan untuk tahun 2022-2023 tidak kami temukan di laman e-lhkpn. Apakah beliau juga tidak melengkapi berkas?
“Berdasarkan pengecekan, Mursalim Nohong (Wakil Dekan FEB-UH) telah melaporkan LHKPN untuk tahun 2022. Namun, laporan tersebut dikembalikan karena tidak melengkapi dokumen surat kuasa, sehingga dianggap tidak ada. Untuk laporan tahun 2023, meskipun beliau telah melapor, statusnya masih perlu perbaikan karena ada dokumen kelengkapan yang belum diserahkan.”
5. Jika sudah melaporkan namun pengumumannya tidak dapat diakses, artinya Wajib Lapor hanya menjalankan tanggung jawab ke KPK dan tidak pada publik. Apa konsekuensi atas perihal tersebut?
“Ada dua kemungkinan mengapa pengumuman tidak dapat diakses: pertama, individu tersebut memang tidak melapor, atau kedua, laporannya belum terverifikasi lengkap. Sesuai dengan UU No. 28/1999, Wajib Lapor yang tidak mematuhi penyampaian LHKPN, termasuk pengumumannya, dapat dikenakan sanksi administratif oleh instansinya. Masyarakat juga dapat berperan serta dalam mengawasi penyampaian LHKPN dari para Wajib Lapor.”
6. Sanksi administrasi apa yang secara spesifik bisa dikenakan kepada pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya sesuai aturan?
“Dikembalikan pada instansi masing-masing”
Tidak ada komentar: