KOLONG

[FEB][bleft]

KAMPUS UNHAS & SEKITARNYA

[FEB][twocolumns]

MENGENANG GILANG : PENGAMEN YANG DIBUNGKAM REZIM ORDE BARU

 

MENGENANG GILANG : PENGAMEN YANG DIBUNGKAM REZIM ORDE BARU

    




    Budiarti (ibu Gilang) kala itu bersimpuh lara di atas kuburan sang anak sembari meneteskan air mata. Bagaimana tidak, anak sulung yang dibesarkan dengan sepenuh raganya sekarang sudah tinggal sendiri di dalam liang lahat dengan beberapa helai kafan di tubuhnya. Terlebih dengan kondisi kematiannya yang waktu itu tidak lazim. Gilang ditemukan terduduk dibawah pohon tidak bernyawa dengan bagian dadanya tertembus benda tajam di tengah hutan Watu Ploso, Magetan.

 

    Lahir pada 21 Februari 1977 dengan nama asli Leonardus Nugroho Iskandar yang kerap akrab di panggil Gilang. Beliau merupakan seorang pengamen yang juga salah satu aktivis 98 'paling dicari' di Solo. Saat itu, 21 Mei 1998 Indonesia sedang mengalami krisis demokrasi yang diwarnai dengan aksi turunnya para mahasiswa, rakyat, dan berbagai macam organisasi massa yang beroposisi dengan pemerintahan rezim Soeharto. 

 

    Gilang aktif sebagai seorang yang melawan rezim orde baru saat itu dengan aksi-aksinya menyebarkan kebenaran dibalik wajah tenang dan damai Soeharto dulu. Dia suka belajar, membaca, dan kerap kali mengikuti diskusi yang diadakan oleh SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi) yang saat itu intensif mengadakan beberapa aksi demo.

 

    Jarang pernah luput batang hidungnya dari barisan-barisan dijalan, diketahui beliau sering mengikuti rapat konsolidasi mahasiswa dan menjadi kordinator lapangan dari beberapa aksi demo yang dilakukan SMID kala itu. Ia melakukan tugasnya dengan baik tanpa banyak bicara, sehingga pihak penyokong dari mahasiswa kampus atau organisasi (lain) sering mengangkatnya untuk bertanggung jawab di lapangan mengatur massa jalannya kegiatan.

 

*

 

    Suatu saat Gilang berpamitan kepada orang tuanya untuk pergi diajak oleh pamannya bekerja di Jakarta. Ibunya terlintas perasaan khawatir kepada anaknya yang saat itu juga pergi. Namun beberapa harinya dia pulang karena tidak merasa nyaman kerja di Ibu Kota. Beberapa hari setelah itu, ketika ayah Gilang pulang bekerja, dijalan lalu bersua dengan beberapa rekannya, ia menerima kabar bahwa sang buah hatinya itu sering masuk koran dan sedang dicari polisi. Temannya yang lain mengaku juga mendapati seseorang yang perawakannya mirip dengan Gilang sedang digonceng dengan motor oleh dua orang.

 

    Ketika sampai rumah, ia mengingatkan kepada anaknya untuk berjaga jarak dengan orang-orang didekatnya yang tidak dikenal dan jangan terlalu gegabah dalam setiap keputusan yang juga di 'iya'kan oleh pengamen paruh baya tersebut, lalu ia segera pergi untuk bekerja.

 

    Kekhawatiran orang tuanya pun akhirnya bertumbuh ketika pacar dari Gilang ini datang ke rumah orang tuanya. Dia bercerita bahwa sebelum pergi, Gilang berkunjung ke kost pacarnya dan bilang akan menjemputnya ketika sore hari. Namun sampai saat itu tidak ada kabar atau batang hidung dari Gilang itu sendiri.

 

    Keesokannya, 23 Mei 1998, keluarga dan semua teman Gilang mendapat kabar yang lebih menggemparkan dari salah satu rekannya organisasinya, Ulin Niam Yusron. Ia adalah ketua organisasi mahasiswa yang diikuti Gilang yaitu DRMS (Dewan Reformasi Mahasiswa Surakarta. Ulin mengatakan bahwa ada jenazah di Magetan yang ciri-ciri baju dan perawakannya mirip dengan Gilang Ketika terakhir kali terlihat. Informasi yang ia dapat itu berawal dari kerabatnya saat meliput di tempat lokasi kejadian. Dia juga mengatakan bahwa Gilang ditemukan dengan kondisi terduduk di bawah pohon dengan satu tangannya terikat dan yang lainnya terlunglai lemas.

 

    Walaupun sudah tegang dan ingin pasrah, Keluarga masih berharap bahwa yang mereka dengar ini hanya mirip saja dengan anaknya. Namun semua yang diharapkan keluarga dan teman-temannya tidak teraminkan, mayat itu setelah di periksa, teridentifikasi bahwa benar adalah Gilang.

 

    Seluruh keluarga saat itu masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Salah satu anggota keluarga yang mereka sayangi telah terbunuh oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Nury, adik Gilang ingat sekali Ketika ibunya berkali-kali pingsan dan menangis tanpa keluar air mata saking habisnya.

 

    Kota Solo berduka kala itu. Berbagai macam massa aktivis, wartawan, teman pengamen, bahkan orang orang tidak dikenal pun turun memenuhi beberapa ruas jalan di solo, terlebih didekat rumah orang tua Gilang. Mereka menuntut tanggung jawab kepemerintahan rezim Soeharto untuk bertanggung jawab atas apa yang anak buahnya lakukan kepada pengamen aktivis ini. Massa berkumpul di puskemas tempat autopsi jenazah Gilang. Hasilnya, pegawai puskemas mengatakan bahwa Almarhum ditusuk pisau tajam atau semacamnya di bagian dada oleh ‘orang yang terlatih’.

 

    Beberapa hari setelah itu, akhirnya jenazah Gilang ini dimakamkan di salah satu kuburan massal korban kerusuhan Mei 1998 di Solo. Sebelum itu, jenazah beliau diangkut ambulans dengan petinya disertai arak arak dari masyarakat Solo. Terdengar keseluruh antero kota kala itu berbagai lagu perjuangan dan orasi dari beberapa aktivis. Ruas jalan yang dilewati Gilang dan keluarga ramai terkendali dengan masyarakat berjalan bersama-sama ke TPU. Peristiwa itu tidak akan pernah luput dari ingatan orang-orang terdekat Gilang. Seolah kota ini jadi saksi bisu perjuangan beliau saat itu.


                 *

 

    Banyak dari kita mengetahui peristiwa 98 ini melalui berbagai media massa ataupun dari obrolan-obrolan tongkrongan. Imbasnya pun pasti akan muncul di permukaan perbincangan ketika bahasan ini diperlihatkan. Mulai dari dampak bagi segala sektor pemerintahan, korban dari peristiwa ini, dsb. Setiap kota di Indonesia ceritanya masing-masing pada masa itu, terlebih di Ibu Kota. Banyak aktivis yang sejak saat itu hingga sekarang tidak diketahui keberadaan dan kebenarannya. Pihak keluarga bahkan setiap masyarakat yang mendukung pergerakan para orang terdahulu ini sampai sekarang masih berjuang menuntut tanggung jawab pelanggaran HAM yang dilakukan orde baru dulu. Berlanjut hingga tiap generasi mahasiswa bersilih ganti melanjutkan perjuangan tuntuntan ini sampai pada waktu semuanya bisa terungkap.

Tidak ada komentar: