Situasi
ekonomi saat ini baik ditingkat global maupun domestik indonesia menunjukan
adanya ketidakpastian. Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh
pemerintahan Donald Trump selama masa jabatannya, dan kemungkinan berlanjut
atau bahkan diperluas, terus menjadi bayang-bayang yang mengancam stabilitas
ekonomi Indonesia.
Presiden
Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Rabu (2/4/2025), secara resmi
mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mengejutkan banyak negara di dunia.
Dalam pidatonya, Trump menyebut kebijakan tersebut sebagai bagian dari Liberation
Day, yaitu momentum untuk membebaskan perekonomian AS dari ketergantungan
pada produk impor. "Ini
adalah bentuk kemerdekaan ekonomi kita. Pabrik-pabrik dan lapangan kerja akan
kembali muncul di Amerika, dan hal itu sudah mulai terlihat," ujar Trump
dalam pidatonya dikutip dari Hukum Online (7/8/2025).
Salah
satu tantangan yang muncul adalah kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden
Amerika Serikat tersebut kepada Indonesia, mencakup peningkatan tarif sebesar
32% terhadap berbagai produk impor. Ini bukan sekedar kebijakan dagang, melainkan pukulan telak
yang menguji daya tahan ekonomi nasional. Kenaikan tarif secara langsung
membuat produk-produk indonesia menjadi kurang menarik di pasar AS, yang
merupakan salah satu tujuan ekspor utama bagi banyak industri di indonesia.
Agustina, M. dkk. dalam
penelitiannya berjudul “Perubahan Tarif Trump dan Dampaknya Terhadap PPH 21
di Indonesia: Menghadapi Krisis Moneter 2025” menunjukan bahwa kebijakan
tarif tidak hanya berdampak pada sektor ekspor, tetapi berbagai sektor yang merupakan
pilar ekspor Indonesia, sangat terpengaruh oleh kebijakan ini. Peningkatan
tarif impor dapat mengakibatkan penurunan daya saing produk Indonesia di pasar
international, yang pada giliranya dapat mengurangi volume ekspor dan
memengaruhi pendapatan dari sektor-sektor tersebut. Menurut Internasional Monetary Fund
(IMF 2022), negara berkembang yang sebagaian besar ekonominya sangat bergantung
pada ekspor dan keterlibatan dalam rantai pasok global ikut terkena imbas.
Dalam banyak kasus, tarif menyebabkan turunnya daya saing harga ekspor mereka
dan menyulitkan akses ke pasar AS, yang merupakan salah satu mitra dagang
utama.
Agustina, M. dkk.
menjelaskan bahwa dampak lain yang tidak kalah penting dari peningkatan tarif
ini adalah pelemahan nilai tukar rupiah
dan inflasi. Berdasarkan data cnbc indonesia nilai
tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD) mencapai Rp 16.234 per USD (8/7/2025).
Ketika daya saing produk Indonesia menurun, permintaan terhadap rupiah juga
dapat berkurang, yang menyebabkan depresiasi nilai tukar. Depresiasi ini dapat
memicu inflasi, karena biaya impor barang dan bahan baku akan meningkat, yang
pada gilirannya dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Sektor-sektor
padat karya, seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur, yang sangat bergantung
pada pasar AS, menjadi salah satu yang paling terpengaruh oleh kebijakan tarif
ini. Penelitian Agustina, M. dkk. juga menunjukkan bahwa sektor-sektor ini tidak
hanya memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor, tetapi juga menyerap
banyak tenaga kerja. Dengan adanya tarif yang lebih tinggi,
perusahaan-perusahaan di sektor ini mungkin menghadapi tantangan yang lebih
besar dalam mempertahankan daya saing mereka, yang dapat berujung pada
pengurangan tenaga kerja dan peningkatan angka pengangguran. Dengan demikian,
kebijakan tarif Trump tidak hanya mempengaruhi hubungan perdagangan antara Amerika
Serikat dan Indonesia, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas terhadap
perekonomian global dan domestik.
Yang
lebih mengkhawatirkan adalah bahwa ketegangan ini bisa dengan cepat menjelma
menjadi krisis struktural jika tidak ditangani secara serius. Kebijakan sepihak
dari negara adidaya semacam ini jelas mengganggu keseimbangan perdagangan dunia
dan menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam posisi yang
lemah jika tak segera mengantisipasinya.
Penelitian
ini menekankan perlunya ada kerjasama international yang intensif dan reformasi
struktural, termasuk perbaikan regulasi, pembangunan infrastruktur, dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, juga diperlukan untuk memperkuat daya
saing dan ketahanan ekonomi nasional. Langkah-langkah seperti ini, Indonesia
dapat memitigasi dampak negatif kebijakan tarif AS sekaligus mempersiapkan diri
menghadapi masalah lain yang akan muncul seperti krisis moneter di masa depan.
Tidak ada komentar: