Workshop: Cerita Mereka yang Terlupakan
Di kursi besi yang kosong dan tampak kontras dengan hiruk-pikuk Jalan. Nurling, seorang pegawai di salah satu kedai yang dulu berjualan di area Workshop Unhas, mencoba mengenang kembali momen ketika kedai tempatnya bekerja sejak 2018 harus dikosongkan demi proyek pembangunan terminal bus Trans Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar (Mamminasata).
“berdasarkan info yang beredar itu, bahwa akan dibangun sebuah Terminal bus yang akan tembus jalannya ke BTP sana yang anggarannya sekian, jadi kami dari para pedagang mendapatkan informasi h-1 minggu sebelum
pembongkaran, tidak ada informasi berapa bulan sebelumnya, tapi sudah seminggu kita disuruh pindah baru diinformasikan dan sangat mendadak waktu kita diinformasikan seperti itu” katanya dengan nada bicara yang tak bisa menyembunyikan kekecewaan mendalam, Rabu (02/07/2025).
Selama lebih dari lima tahun, Nurling bekerja di kedai itu dari pukul 08 pagi hingga 09 malam. Setiap harinya, ia melayani puluhan mahasiswa dan warga sekitar yang singgah untuk sekedar beristirahat, mengerjakan tugas, atau hanya membiarkan sisa khayalan melayang setelah lelah mengikuti kelas. Harga yang ditawarkan kedainya pun terbilang ekonomis, cocok untuk kantong mahasiswa yang ingin nongkrong tanpa harus merogoh kocek seperti
saat mengunjungi coffee shop.
Pendapatannya stabil, target omzet selalu tercapai. Namun sejak relokasi ke tempat baru yang lebih sepi, penghasilannya turun drastis bahkan lebih dari separuh. “Waktu masih di Unhas kami masih sampai mendapat
pencapaian omset yang ditargetkan, tapi semenjak kami dipindahkan itu sudah tidak ada lagi, sudah sangat turun, bahkan tidak cukup setengah dari target” keluhnya.
Setelah para pedagang dipindahkan, tidak ada lagi kabar dari pihak kampus. Tidak ada tindak lanjut, tidak ada komunikasi. Janji relokasi? Hanya tinggal janji. Terminal bus yang digadang akan segera dibangun pun tak
kunjung terlihat. Alih-alih Terminal, area bekas workshop kini berubah menjadi lahan parkir yang semrawut.
“itu hari kita disuruh pindah katanya disiapkan lahan, tapi itu tidak ada, tidak terbukti sampai sekarang bahkkan pas disuruh pindah itu kita sendiri cari lahan untuk tempat box-box itu, kalau dari pihak unhas itu tidak ada sama sekali, cuman dia bilang hanya bahasanya saja kita carikan lahan untuk taruh dulu boxnya sementara atau kita carikan lahan untuk nanti jualannya di tempat ini saya, tapi tidak ada, cuman bicara-bicara saja, mungkin itu salah
satu cara agar kita mau pindah.” ungkap Nurling
Ini kampus atau korporasi?
Masuknya proyek Trans Mamminasata semula dianggap sebagai langkah modernisasi transportasi di kawasan kampus. Tapi nyatanya, sejak awal 2025, jumlah armada yang beroperasi malah dikurangi. Rute bus pun dipangkas, kini hanya tersisa jalur Unhas Tamalanrea - Gowa.
Dikutip dari Kompas.id pada Senin (03/02/2025), terjadi penurunan jumlah bus di rute kampus Unhas. “Bus sudah tidak banyak lagi. Biasanya kalau pun ada yang masuk, tak lama, langsung berangkat lagi. Saya sudah menunggu lama, tapi belum ada yang datang,” ujar Abdul Karim, staf kampus Unhas.
Operasional bus yang tak lagi efektif terus menimbulkan tanda tanya bagi Nurling. Pembangunan terminal yang tak kunjung terealisasi membuatnya mempertanyakan arah dan orientasi dari proyek tersebut. Menurutnya, keberadaan workshop sebagai tempat berjualan jauh lebih bermanfaat bagi mahasiswa dibandingkan pembangunan terminal yang belum tentu digunakan secara optimal.
“ kalau dari saya pribadi, lebih mending dipertahankan workshop atau pedagang-pedagang yang ada di dalam Unhas dulu, karena membantu masyarakat dan juga membantu mahasiswanya sendiri, tidak perlu lagi jauh-jauh
belanja” ujar nurling
Nurling tak sendiri. Masih banyak pedagang kecil yang terdampak, berjuang memulai dari nol di lokasi baru yang jauh dari keramaian mahasiswa. Mereka bukan menolak pembangunan, tapi mereka hanya menuntut keadilan, komunikasi, dan komitmen yang pernah dijanjikan. “Kami tidak dimintai pendapat, tidak dilibatkan. Kami hanya korban dari keputusan sepihak,” ujar Nurling.
Hari ini aroma masakan yang kerap tercium ketika melintasi workshop telah hilang , digantikan deru kendaraan dan asap knalpot dari bus merah yang terus mangkir di ujung jalan . Nasib para pedagang telah tersingkirkan, dan perjuangan mereka untuk kembali berjualan hanya menyisakan nostalgia bagi mahasiswa yang pernah merasakan hangatnya suasana di sana.
Tidak ada komentar: