KOLONG

[FEB][bleft]

KAMPUS UNHAS & SEKITARNYA

[FEB][twocolumns]

[NEWS] Hoax; Penyebab Konflik dan Penebar Dusta


“Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik, kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya tentang kebohongan ini”. - Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi.

Perkembangan teknologi yang pesat menjadikan masyarakat Indonesia memudahkan untuk mengakses internet. Masyarakat Indonesia di dominasi oleh pemuda, hal tersebut tentunya mempermudah teknologi di Indonesia semakin populer dan turut berpartisipasi dalam mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya pengguna aktif  internet di Indonesia, akan berdampak pada lebih memudahkan berita kebohongan (hoax) berkembang. Data yang sebelumnya pernah dipaparkan oleh Rudiantara, selaku Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Untuk itu, pada hari Kamis (02/02), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH) mengadakan diskusi mengenai berita hoax yang cukup meresahkan dikalangan mahasiswa. Tema yang diangkat mengenai “Penyebab Konflik dan Penebar Dusta”. Diskusi tersebut ditemani oleh Runi Verinita Mamonto. 

Begitu banyak informasi yang beredar di dunia maya, membuat masyakat Indonesia seringkali mengalami kesulitan untuk memilah berita yang dapat dipercaya dan sebaliknya. Disamping itu, penggunaan gadget yang tidak dibarengi dengan kesiapan literasi tentu menjadi sulit untuk menyikapi berita-berita yang objektif dan pula menjadi salah satu pemicu masyakat Indonesia terjerumus dalam berita-berita hoax. Ditambah informasi yang booming dan senantiasa dibicarakan di dunia maya mempermudah masyarakat Indonesia untuk percaya pada berita tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Propaganda Nazi, bahwa kebohongan yang diucapkan berkali-kali akan menjadi kebenaran. “Pola pemikiran yang belum terbangun di masyarakat membuat berita hoax begitu gampang diserap dan juga penggunaaan teknologi yang tidak dibarengi dengan budaya kritis juga menjadi penyebab utama berita hoax dengan mudah merajalela dirana digital” ujar Vini, sapaan akrabnya. “Indonesia juga belum siap menerima teknologi modern, seperti internet”, tambahnya.

Pemerintah sebenarnya telah melakukan beberapa pencegahan agar berita hoax ini tidak berkembang. Pemerintah lewat menkominfo membuat Undang-undang IT guna mampu memonitoring maupun penyaringan terhadap media sosial dan situs-situs yang ada. Tapi dalam hal pemblokiran, menkominfo tidak bisa menggunakan cara yang sama. Untuk situs pemerintah bisa langsung melakukan pemblokiran, namun untuk media sosial, butuh kerjasama dengan penyedia layanannya yang harus dilakukan terlebih dahulu. Untuk itu perlu tindakan kooperatif  dalam menangani kasus ini. Selain itu, pemerintah juga melakukan kerjasama dengan dewan pers menggunakan tanda pengenal berupa logo atau QR Code untuk media cetak atau online yang akan diverifikasi. Namun, cara paling efektif adalah dengan mengedukasi masyarakat soal cara mengenali konten hoax. Pendekatannya sosialisasi maupun diskusi, literasi, dan lain-lain.[]/(ALB)

Tidak ada komentar: