Khaedir: RUU Omnibus Law dalam Hal Izin Usaha Tidak Berpihak pada Rakyat
mediaekonomiunhas.info, Makassar – Senin, (17/02/2020) Rancangan undang-undang omnibus law yang diterbitkan pemerintah menuai kontroversi dalam masyarakat. Tidak sedikit pihak yang menolak disahkannya rancangan ini menjadi undang-undang yang berlaku. Mulai dari amdal hingga pendidikan menjadi topik perbincangan pada diskusi bertajuk “Omnibus Law: Membaca Masa Depan Indonesia” yang diadakan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Dokumentasi : Augita Mega Maharani
Muhammad Khaedir, salah satu anggota LBH Makassar mengungkap bahwa RUU Omnibus Law merupakan rancangan yang mengerikan sebab fungsi masyarakat umum yang terkena dampak pembangunan sebuah proyek menjadi terkerdilkan. Malah hanya menguntungkan masyarakat kaya, yang jumlahnya sangat kecil.
“….beberapa catatan penting dalam omnibus law adalah pemangkasan izin lingkungan , hal ini membatasi kontrol masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan. Masyarakat akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa terhadap pencegahan kerusakan lingkungan yang memberi dampak (negatif) terhadap masyarakat (karena izin lingkungan sudah tidak ada).” Ungkap Khaedir.
Izin lingkungan yang didahului oleh amdal merupakan salah satu bagian dari pembangunan proyek. Apabila izin ini dihilangkan, maka masyarakat yang terkena dampak negatif tidak dapat memperkarakan kasus lingkungan di pengadilan tata usaha negara, begitu pun halnya dengan izin mendirikan bangunan.
Di sisi ketenagakerjaan, buruh menjadi topik utama pembahasan Khaedir. Dalam undang-undang tersebut pemerintah menganggap bahwa posisi buruh sama posisinya secara sosial dan ekonomi dengan pekerja lainnya padahal sebetulnya tidak setara. Sehingga perundingan sebagaimana yang berjalan selama ini tidak berjalan secara adil. Buruh perlu berserikat untuk setara dengan pekerja lainnya, namun kenyataannya hanya sebagian kecil buruh yang berserikat. Peran pemerintahlah yang seharusnya dalam omnibus law untuk menyetarakan posisi buruh malah tidak menjadi poin dalam RUU tersebut sehingga pemerintah hanya berpihak pada pihak yang memiliki kuasa atas buruh.
“Mana bisa seekor tikus berunding dengan singa agar tidak memangsa dirinya?” majas retoris yang diungkap Khaedir.[](Fitrah Ramadhan/Fakhruddin Ridwan)
Tidak ada komentar: