mediaekonomiunhas.info, Makassar – Jum'at, (06/03/2020) Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (BEM UNM) mengadakan talkshow media propaganda dengan tema “Rekonstruksi
Media sebagai Senjata Gerakan”. Agenda ini merupakan program kerja BEM UNM yang
dibawahi langsung oleh Kementrian Media dan Propaganda BEM UNM. Kegiatan yang
dilaksanakan di Ballroom Phinisi UNM ini menghadirkan Dhandy Laksono, jurnalis
Watchdoc Documentary dan Irfan Arifin dosen Fakultas Seni dan Desain Universitas
Negeri Makassar selaku pemateri.
Dokumentasi : Fakhruddin Ridwan
Moderator
Akram Sulaiman memulai perbincangan dengan melontarkan suatu pertanyaan terkait
alasan kedua narasumber memlilih desain grafis dan audio visual sebagai wadah
mereka untuk meyampaikan aspirasi. “Pak
Arifin misalnya sejak kapan memulai berkarya ilustrasi dan kemudian mengapa sih
memilih media ilustrasi sebagai eee apalagi, wadah untuk menyampaikan aspirasi
ataupun menggambarkan realitas sosial kita, dan sama semisal dari mas Dhandy
kenapa kemudian memilih media audio visual sebagai wadah untuk menyampaikan
aspirasi dibanding kemudian media-media lain mungkin. Kenapa tidak misalnya
main musik?”
“Saya sudah menekuni bidang desain
ilustrasi semenjak saya masuk sebagai mahasiwa di Universitas Negeri Makassar,
saya cenderung membuat karya yang sifatnya kartun”
ujar Irfan.
Kemudian
beliau lanjut menceritakan bahwa meskipun kini sudah menjadi dosen ia pernah
melakukan protes melalui kartun-kartun buatannya terkait permasalahan sekitar
kampus yang tak kunjung selesai meskipun karyanya tersebut akhirnya harus di-take down. “Bahkan semenjak saya menjadi dosen, saya masih sempat sih mengkritisi
universitas, bahkan pernah saya dipanggil secara baik-baik oleh pimpinan untuk
menarik karya-karya saya dari sosial media karena dianggap apa, terlalu kritis.
Sebagai bawahan saya harus bersikap baik dan mematuhi itu” tutupnya.
Untuk membuat suatu karya teruntuk digunakan
sebagai media propaganda haruslah dirancang sedemikian mungkin untuk mengakomodir
keresahan publik. “-ketika orang melihat
karya kita merasa terwakili. Nah, itulah saya melihat kenapa sampai karya mas
Dhandy itu bisa menjadi viral. Itu yang namanya propaganda sebenarnya”
kata Irfan.
Selain
jangkauan konten untuk menyentuh keresahan publik, kemampuan untuk menjelaskan
hal yang kompleks menjadi sederhana sangat vital perannya dan tak kalah
pentingnya timing moment atau waktu
rilis yang tepat perlu diperhatikan. “Yang
pertama adalah menyampaikan sebuah isu dengan sederhana itu yang paling berat,
bagaimana isu yang kompleks sehingga bisa dipahami oleh banyak orang” kata
Dhandy. “-jadi kita kalau jadi mahasiswa
setelah membaca buku kemudian berdiskusi kita ingin menyampaikan konsep-konsep
yang sama, sehingga kita kelihatan gagah dan banyak baca. Untuk audiens yang
sama mungkin efektif, tapi kalau anda ingin bermain di wilayah propaganda yang
lebih luas, di kampung nelayan misalnya, anda tidak bisa serta merta mengutip
siapan yamg anda kutip untuk dibaca atau disampaikan ke orang-orang secara
umum. Anda butuh filter” tambahnya.
Selanjutnya
mengenai timing, konten yang bagus
namun di waktu yang salah hasilnya tidak akan maksimal “-yang kedua adalah timingnya, jadi kalau anda punya konten yang bagus
tapi kalau timingnya salah konten anda tidak akan diserap oleh masyarakat”.
Kegiatan
semacam ini bukanlah yang pertama kalinya yang dilaksanakan oleh BEM UNM, terkhusus
untuk tahun ini, untuk mencapai hasil yang lebih maksimal acara dilakukan
dengan konsep yang berbeda. “Kemarin
sebenarnya dilaksanakan tapi dalam bentuk wokshop media grafis, nah di periode
ini lebih mengkrucutkan kepada propagandanya, maksudnya ketika kita membangun
gerakan tentu butuh propaganda yang baik, supaya gerakan tersebut dapat
membeludak dan nantinya pergerakan bukan hanya parlemen jalanan, tetapi melalui
media, melalui film dokumenter, audio, dan seluruh alat gerakan yang lainnya.”
Ucap Aqsha BS, Presiden BEM UNM. [](Pablo/Fakhruddin Ridwan)
Tidak ada komentar: