Opini : "Sulitnya Data-Driven Decision Making untuk Pengembangan Lembaga Mahasiswa" oleh Fitrah Ramadhan
Sulitnya Data-Driven Decision Making untuk Pengembangan Lembaga Mahasiswa
Fitrah Ramadhan
Mantan Pengurus Eksekutif Lembaga Mahasiswa FEB-UH
Menjadi pengurus eksekutif di suatu lembaga mahasiswa (lema) merupakan salah satu pengalaman menantang dan tak terlupakan dalam hidup saya. Mulai dari direncanakannya program kerja (proker) hingga dievaluasinya kinerja kepengurusan seringkali menjadi tantangan terberat, benarbenar berat. Bagi beberapa orang, barangkali, ungkapan “benar-benar berat” terkesan lebay atau melebih-lebihkan. Barangkali, kita belum sadar betapa beratnya pekerjaan yang kita emban dalam satu periode kepengurusan.
Saya teringat pada awal dimulainya periode kepengurusan tahun 2020. Ketika itu merupakan proses perencanaan untuk menentukan apa saja yang akan dilakukan dalam satu periode kepengurusan. Idealnya, perencanaan dilakukan berdasarkan pertanyaan: (i) apa visi-misi atau tujuan kepengurusan yang ingin dicapai? (ii) apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan itu? (iii) yang terpenting, sumberdaya apa yang kita miliki untuk menjawab dua pertanyaan sebelumnya?
Perenungan untuk tiga pertanyaan itu saya lakukan dengan sepenuh hati, sebab, dalam kepengurusan itu saya ditugaskan pada tingkatan middle management. Perlahan-lahan, saya mencoba memahami apa saja yang menjadi poin kebijakan yang tertuang dalam visi-misi kepengurusan yang dibawa oleh ketua lema ketika itu, pertanyaan (i). Sisanya, pertanyaan (ii) dan (iii) yang menjadi tugas terberat dalam perenungan itu.
Akhirnya, di akhir perenungan itu saya menemukan letak masalah kebingungan atas jawaban dari kedua pertanyaan itu. Kurangnya tolok ukur yang digunakan untuk perumusan proker. Tidak ada patokan terkait masalah-masalah apa yang perlu dipecahkan selama periode kepengurusan. Hingga akhirnya, kami merumuskan segala proker hanya mengacu pada program kerja periode sebelumnya, hanya saja menggunakan nama yang berbeda untuk “menipu” evaluator bahwa kami merumuskan suatu program kerja yang baru, kreatif, dan inovatif.
Data yang mengungkap masalah seharusnya menjadi bahan utama untuk menjawab kedua pertanyaan yang saya anggap sulit diatas. Hanya saja, tidak ada database yang tersedia sebagai bahan untuk menemukan masalah apa yang perlu dipecahkan. Misalnya, kendala-kendala apa yang dialami oleh kepengurusan periode sebelumnya sehingga terjadi ketidaktercapaian program kerja. Barangkali ada data semacam itu, namun berbentuk catatan-catatan musyawarah anggota (musta) atau kongres yang kadang berstruktur bahasa yang kurang informatif dan cenderung umum atau kurang teknis.
Barangkali seseorang berpikir, mungkin kami saja para pengurus yang malas dan lalai mengumpulkan data musta kepengurusan sebelumnya. Mengolah data yang berbentuk percakapan musta itu tidak mudah! Musta yang diadakan berbulan-bulan, berhari-hari, dan berjam-jam itu menghasilkan percakapan yang melimpah dan sulit untuk menemukan insight didalamnya. Bukan hanya satu periode kepengurusan sebelumnya, tetapi juga dua tiga atau sepuluh periode sebelumnya agar bisa menangkap masalah-masalah apa saja yang selalu menjadi tantangan setiap periode kepengurusan. Akibatnya, hampir tidak ada masalah yang dipecahkan dalam satu periode kepengurusan sebab masalah itu sendiri tidak begitu diketahui. Hingga masalah yang muncul pada musta di akhir periode kepengurusan bersifat “itu-itu saja” tidak ada masalah yang terpecahkan.
Catatan satu periode musta seharusnya dapat membentuk database yang berasal dari dua tiga atau sepuluh periode sebelumnya. Setiap musta melahirkan satu observasi data runut waktu yang sekiranya bermanfaat untuk pengurus baru dalam melakukan data-driven decision making. Bukan hanya terkait perumusan proker, bahkan data tersebut bisa dimanfaatkan calon ketua lema untuk membentuk visi-misi kepengurusan, pertanyaan (i). Sekaligus, data tersebut dapat menjadi tolok ukur evaluator terkait apakah lema betul-betul mengalami kemunduran, stagnasi, atau kemajuan.
Akibatnya, pergerakan mahasiswa tidak mengalami kemajuan! Munculnya masalah yang bersifat “itu-itu saja” pada setiap musta menjadi indikasi bahwa lema TIDAK mengalami kemajuan, mungkin stagnasi atau bahkan kemunduran?. Tidak usah pikir jauh-jauh “menumpas” kapitalisme kalau internal lembaga saja tidak beres.
Tidak ada komentar: