KOLONG

[FEB][bleft]

KAMPUS UNHAS & SEKITARNYA

[FEB][twocolumns]

Opini : "Sulitnya Data-Driven Decision Making untuk Pengembangan Lembaga Mahasiswa" oleh Fitrah Ramadhan

 Sulitnya Data-Driven Decision Making untuk Pengembangan Lembaga Mahasiswa

Fitrah Ramadhan

Mantan Pengurus Eksekutif Lembaga Mahasiswa FEB-UH


Menjadi pengurus eksekutif di suatu lembaga mahasiswa (lema) merupakan salah satu pengalaman menantang  dan  tak  terlupakan  dalam hidup  saya.  Mulai  dari  direncanakannya  program kerja (proker) hingga dievaluasinya kinerja kepengurusan seringkali  menjadi tantangan terberat,  benarbenar berat. Bagi beberapa orang, barangkali,  ungkapan “benar-benar berat” terkesan lebay  atau melebih-lebihkan. Barangkali, kita belum sadar betapa beratnya pekerjaan yang kita emban dalam satu periode kepengurusan.

Saya teringat pada awal dimulainya periode kepengurusan tahun 2020. Ketika itu merupakan proses perencanaan untuk menentukan apa saja yang akan dilakukan dalam satu periode kepengurusan. Idealnya,  perencanaan  dilakukan  berdasarkan  pertanyaan:  (i)  apa  visi-misi  atau  tujuan kepengurusan yang ingin dicapai? (ii) apa yang harus dilakukan untuk mencapai  tujuan itu? (iii) yang terpenting, sumberdaya apa yang kita miliki untuk menjawab dua pertanyaan sebelumnya?

Perenungan  untuk  tiga  pertanyaan  itu  saya  lakukan  dengan  sepenuh  hati,  sebab,  dalam kepengurusan  itu  saya  ditugaskan  pada  tingkatan  middle  management.  Perlahan-lahan,  saya mencoba  memahami  apa  saja  yang  menjadi  poin  kebijakan  yang  tertuang  dalam  visi-misi kepengurusan yang dibawa oleh ketua lema ketika itu, pertanyaan (i). Sisanya, pertanyaan (ii) dan (iii) yang menjadi tugas terberat dalam perenungan itu. 

Akhirnya, di akhir perenungan itu saya menemukan letak masalah kebingungan atas jawaban dari kedua pertanyaan itu. Kurangnya tolok ukur yang digunakan untuk perumusan proker.  Tidak ada patokan terkait masalah-masalah apa yang perlu dipecahkan selama periode kepengurusan. Hingga akhirnya, kami merumuskan segala proker hanya mengacu pada program kerja periode sebelumnya, hanya saja menggunakan nama yang berbeda untuk “menipu” evaluator bahwa kami merumuskan suatu program kerja yang baru, kreatif, dan inovatif.

Data  yang  mengungkap  masalah  seharusnya  menjadi  bahan  utama  untuk  menjawab  kedua pertanyaan yang saya anggap sulit  diatas.  Hanya saja,  tidak ada  database yang tersedia sebagai bahan untuk menemukan masalah apa yang perlu dipecahkan. Misalnya, kendala-kendala apa yang dialami oleh kepengurusan periode sebelumnya sehingga terjadi ketidaktercapaian program kerja. Barangkali ada data semacam itu, namun berbentuk catatan-catatan musyawarah anggota (musta) atau kongres yang kadang berstruktur bahasa yang kurang informatif dan cenderung umum atau kurang teknis. 

Barangkali  seseorang  berpikir,  mungkin  kami  saja  para  pengurus  yang  malas  dan  lalai mengumpulkan data musta kepengurusan sebelumnya. Mengolah data yang berbentuk percakapan musta  itu tidak mudah!  Musta  yang diadakan berbulan-bulan,  berhari-hari,  dan berjam-jam itu menghasilkan percakapan yang melimpah dan sulit untuk menemukan insight didalamnya. Bukan hanya satu periode kepengurusan sebelumnya, tetapi juga dua tiga atau sepuluh periode sebelumnya agar  bisa  menangkap  masalah-masalah  apa  saja  yang  selalu  menjadi  tantangan  setiap  periode kepengurusan.  Akibatnya,  hampir  tidak  ada  masalah  yang  dipecahkan  dalam  satu  periode kepengurusan sebab masalah itu sendiri tidak begitu diketahui. Hingga masalah yang muncul pada musta di akhir periode kepengurusan bersifat “itu-itu saja” tidak ada masalah yang terpecahkan.

Catatan satu periode musta seharusnya dapat membentuk database yang berasal dari dua tiga atau sepuluh  periode  sebelumnya.  Setiap  musta  melahirkan  satu  observasi  data  runut  waktu  yang sekiranya bermanfaat untuk pengurus baru dalam melakukan data-driven decision making. Bukan hanya terkait  perumusan proker,  bahkan data tersebut bisa dimanfaatkan calon ketua lema untuk membentuk visi-misi  kepengurusan, pertanyaan (i).  Sekaligus,  data tersebut dapat  menjadi tolok ukur evaluator terkait apakah lema betul-betul mengalami kemunduran, stagnasi, atau kemajuan. 

Akibatnya,  pergerakan mahasiswa tidak mengalami kemajuan! Munculnya masalah yang bersifat “itu-itu  saja”  pada  setiap  musta  menjadi  indikasi  bahwa  lema  TIDAK mengalami  kemajuan, mungkin stagnasi atau bahkan kemunduran?. Tidak usah pikir jauh-jauh “menumpas” kapitalisme kalau internal lembaga saja tidak beres.

Tidak ada komentar: