Kisruh Pungli Yudisium FEB Unhas: Alumni masih Diminta Bayar Meski Dekan Klaim Kebijakan Telah Lama Dicabut
Makassar, 2 Juni 2024 – Sejumlah alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas) dari periode wisuda Desember, Februari, dan Maret mengaku masih diwajibkan membayar biaya yudisium sebelum memasuki ruangan. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Dekan FEB Unhas, Rahman Kadir, yang mengklaim bahwa kebijakan tersebut telah dihentikan sejak lama.
Dalam sesi dialog antara mahasiswa dan birokrat Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 29 Mei 2024, Dekan FEB Unhas menanggapi pertanyaan mengenai surat edaran yudisium berbayar. Ia menjelaskan bahwa surat tersebut berasal dari dua tahun lalu, hanya beredar sekali, dan langsung dicabut, dekan juga mengakui bahwa praktek tersebut adalah praktek pungli. Namun, penelusuran terhadap beberapa wisudawan periode sebelumnya menunjukkan bahwa mereka tetap diwajibkan membayar sebelum memasuki ruangan yudisium.
Asep (nama samaran), alumnus mahasiswa S1 FEB Unhas yang telah wisuda sejak 28 Maret 2024, mengaku dimintai pembayaran sebesar Rp 150.000 sebelum memasuki ruangan. "Membayar tidak diwajibkan, tapi kalau mau masuk di ruangan harus membayar," kata Asep melalui pesan WhatsApp. Ketika ditanya apakah ada keharusan yang disampaikan langsung oleh pihak stakeholder, Asep menjelaskan bahwa pembayaran itu secara tidak langsung diwajibkan. "Yah, secara tidak langsung begitu, karena tidak dapat totebag berisi selempang dan undangan kalau tidak discan kode barcode QRIS-nya," jelas Asep.
Asep juga menanggapi lebih lanjut pernyataan Dekan yang dianggapnya tidak masuk akal. Ia merasa dekan seharusnya mengetahui praktik tersebut. "Agak tidak masuk akal ya kalau begitu yang dibilang, karena pada akhirnya tetap membayar. Apakah selama ini Dekan tidak tahu itu semua? Tidak masuk akal," pungkas Asep.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Sophie (nama samaran), wisudawan pada periode Februari 2024. Ia mengatakan bahwa dirinya juga diminta membayar sebesar Rp 150.000 ketika yudisium. "Periode Februari 2024 dan iuran Rp 150.000 yang katanya untuk dana abadi dan penelitian," jawab Sophie ketika ditanya oleh wartawan. "Situasinya saat itu, ditagih ketika sudah dalam ruangan yudisium. Ada beberapa pegawai keliling di seluruh peserta yudisium dengan QR QRIS," jelas Sophie lebih lanjut.
Yeng lebih mengejutkan lagi, Jeki (nama samaran), wisudawan periode Desember 2023 merasa kaget karena mendadak diminta membayar sejumlah uang oleh petugas saat acara yudisium. "Saya tidak menerima surat edarannya dan saya tidak tahu bahwa ada iuran seperti itu. Saat yudisium, tiba-tiba saya diminta untuk membayar sebelum masuk ruangan," jelas Jeki. Ia bersama beberapa peserta yudisium lain sempat protes dan menolak membayar, namun akhirnya dibiarkan masuk karena acara sudah hampir dimulai, sementara nama-nama yang protes dicatat oleh petugas.
Jeki juga mengungkapkan bahwa Wakil Dekan I (WD I), Mursalim Nohong, memanggilnya untuk segera membayar uang yudisium. "Saya dipanggil oleh WD I dan dibawa ke samping ruangan. Di sana, saya dan Pak WD I berdiskusi mengenai iuran tersebut. Saya pun mempertanyakan kenapa ada iuran itu. Beliau menjawab bahwa iuran itu digunakan untuk membantu mahasiswa-mahasiswa yang tidak mampu, serta untuk kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya. Kemudian beliau meminta saya untuk segera membayar. Setelah itu, saya disuruh kembali masuk ke ruangan."
Jeki menyatakan keheranannya terhadap pernyataan Dekan FEB Unhas dan menganggapnya sebagai upaya untuk "cuci tangan" di depan Mahasiswa dan Rektor agar tidak merasa malu. "Pernyataan Pak Dekan yang mengatakan bahwa surat edaran itu sudah dicabut dua tahun yang lalu, tetapi nyatanya surat edaran itu masih ada dan berlaku. Di sini, saya menilai bahwa pernyataan Pak Dekan tersebut hanya untuk mencari aman dan sebagai alasan untuk menutupi rasa malu di depan Mahasiswa dan Rektor. Karena mana mungkin seorang Dekan tidak tahu kebijakan yang dikeluarkan oleh Wakil Dekan. Setahu saya, segala bentuk keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Wakil Wekan pastinya mendapat persetujuan dari Dekan." Jelas jeki lebih lanjut.
Dalam situasi yang semakin memanas terkait biaya yudisium di FEB Unhas, kejadian ini menunjukkan bahwa masih ada ketidakselarasan antara klaim Dekan dan pengalaman langsung Wisudawan. Kejadian ini memunculkan pertanyaan serius tentang transparansi dan akuntabilitas di lingkungan akademik universitas.
Tidak ada komentar: