Kontradiksi Pernyataan Dekan Soal Surat Edaran Yudisium Berbayar
Media Ekonomi – Beberapa perwakilan lembaga mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas) mendatangi ruangan dekanat untuk mengantar surat undangan dialog terbuka pada Senin, 10 Juni 2024. Namun, tawaran dialog terbuka tersebut ditolak oleh Dekan FEB Unhas, Rahman Kadir, sehingga memperkeruh polemik mengenai surat edaran yudisium berbayar yang sebelumnya diklaim telah dicabut oleh Dekan.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh jurnalis Media Ekonomi, Rahman Kadir menanggapi permintaan perwakilan lembaga mahasiswa dengan nada tinggi. Dekan beranggapan bahwa lembaga mahasiswa yang sekarang tidak mewakili mahasiswa FEB Unhas secara keseluruhan.
"Tidak ada dialog, saya tidak mau dialog dengan kalian. Mohon maaf, saya tidak anggap lagi kalian sebagai perwakilan mahasiswa FEB. Kalau seandainya semua mahasiswa yang datang minta dialog, baru saya mau dialog," jelas Rahman Kadir.
Lebih lanjut, dalam pertemuan tersebut, perwakilan lembaga mahasiswa juga menanyakan langsung kepada Dekan mengenai pernyataannya saat audiensi di gedung rektorat pada 29 Mei 2024 lalu. Saat itu, Dekan mengklaim bahwa surat edaran yudisium berbayar yang dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) telah lama dicabut. Namun, ternyata belum ada surat edaran resmi yang membatalkan kebijakan tersebut.
Rahman Kadir kemudian menanggapi bahwa dirinya memang sengaja tidak membuat surat edaran yang membatalkan surat edaran lama karena dirinya takut hal ini bisa menambah masalah yang lebih besar.
"Tidak saya buat, karena nanti bisa diperkarakan, maka saya pakai putusan lisan. Kalau saya kasih keluar surat edaran (lagi), itu sama saja dekan akui ada pungli," pungkas Rahman Kadir.
Di sisi lain, dekan juga menyatakan bahwa dirinya sangat marah dengan perwakilan mahasiswa yang berbicara saat audiensi tersebut, menyatakan bahwa mereka kurang ajar dan mempermalukan Fakultas karena menyinggung surat edaran yudisium berbayar.
"Itu juga kemarin, ada satu mahasiswa dari ilmu ekonomi sama satu mahasiswa dari jurusan manajemen yang bilang pungli, saya bilang kenapa kau bilang pungli, ini bukan pungli, alumni yang membayar," jelas Rahman Kadir dengan nada marah.
Padahal, dalam audiensi kemarin, hanya satu pihak yang pernah menggunakan kata pungli, dan itu adalah dekan sendiri. Perwakilan lembaga mahasiswa kemudian mencoba meluruskan bahwa mahasiswa yang berbicara saat audiensi kemarin tidak pernah menggunakan kata pungli, hanya sebatas menanyakan soal surat edaran yudisium. Namun dekan membantah dengan menyatakan bahwa dia menyimpan rekaman audiensi.
"Ada videonya, kami juga sudah dapat itu identitasnya itu mahasiswa, saya mau panggil dia dan pertanggungjawabkan di depan kami semua," katanya.
Dekan mempertanyakan mahasiswa yang diklaimnya hanya mahasiswa ekonomi yang protes terkait iuran yudisium tersebut, dia mengklaim tidak ada yang dirugikan dengan adanya iuran tersebut.
"Yang kaget kita, tidak ada yang ribut kecuali ilmu ekonomi padahal sudah dua tahun lalu, kanapa dipersoalkan sampai sekarang, artinya kau melawan, lillahita’ala niatmu nda baik" pungkasnya.
Menyoal tentang apakah kebijakan ini akan tetap berjalan, dekan menyatakan bahwa sekarang peserta yudisium tidak diwajibkan lagai membayar.
"Janganko bicara sama saya soal itu, kita tidak wajibkan, kita Cuma minta untuk scan barcode, seikhlasnya saja untuk membayar," tegasnya.
Tidak ada komentar: